Suatu ketika Rasulullah SAW memasuki
masjid Nabawi, disana beliau menemui dua majlis, salah satunya berkumpul
untuk berdoa kepada Allah dan yang lain duduk untuk belajar dan
mengajar. Kemudian beliau SAW bersabda (yang artinya):
“Kedua majlis itu berada atas kebaikan,
(namun) salah satunya lebih utama daripada yang lain, adapun mereka
adalah kelompok yang berdoa dan memohon kepada Allah, jika Allah
berkehendak Dia akan mengabulkan (memberikan) apa yang mereka mohonkan
atau jika Allah mau Dia tidak memberikannya. Dan adapun mereka, kelompok
yang belajar dan mengajar orang yang jahil, (sedang) Aku telah diutus
sebagai pendidik (guru), dan mereka itulah kelompok yang lebih utama”.
Kemudian beliau mendatangi majlis ilmu tersebut dan duduk bersama mereka (HR. Ibnu Majah dan Ad Darimi dari Abdullah bin ‘Amr)
Sahabat Anas bin Malik, khadim (pembantu) Rasulullah SAW menyampaikan bahwa Rasulullah SAW bersabda
(yang artinya):
(yang artinya):
“Jika kalian melewati kebun(taman) surga
maka bersenang-senanglah (di dalamnya)”, sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah apakah kebun surga itu?”, beliau menjawab: “Perkumpulan
dzikir” (HR. At Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, beliau bersabda: “Majlis-majlis ilmu”.
Dalam hadits yang marfu’ juga disebutkan bahwa Allah SWT memiliki malaikat-malaikat khusus yang bertugas
mencari hilaqudz dzikr (perkumpulan dzikir), dan jika mereka telah
mendapatinya, mereka mengitari majlis tersebut. (HR. Al Bazzar dari Anas
bin Malik)
Dalam menafsirkan maksud “perkumpulan
dzikir” ini hendaknya kita tidak mengartikan sebatas majlis dzikir
semacam tahlilan atau istighotsah saja, tapi majlis dzikir yang
disebutkan pada hadits diatas mencakup semua majlis yang mengingatkan
kita kepada Allah, majlis yang mengenalkan kita kepada syariat Allah,
majlis yang memberikan penjelasan, mana yang halal dan mana yang haram,
majlis yang membahas fiqh, bagaimana cara menjual dan membeli, bagaimana
cara sholat, berpuasa, berhaji, menikah dan yang semacamnya. Demikian
disampaikan oleh Al Imam ‘Atho’ bin Abi Rabah RA.
Maka dari itu, majlis taklim,
pengajian-pengajian yang ada saat ini, yang didalamnya diajarkan syariat
islam, itupun masuk dalam kategori “Perkumpulan Dzikir” yang dikatakan
sebagai bagian dari taman-taman surga.
Pada masa Rasulullah, juga dikisahkan.
Tatkala beliau duduk di masjid dengan dikitari beberapa sahabatnya.
Tiba-tiba datang 3 orang, dua orang datang masuk ke majlis sedang
satunya pergi meninggalkan majlis. Dua orang tadi mendekat ke majlis
Rasulullah, salahsatunya melihat ada tempat yang kosong disela-sela
majlis, maka dia mengisinya, sedang yang satunya lagi (karena malu)
duduk dibelakang majlis. Manakala usai dari majlis tersebut. Rasulullah
SAW bersabda (yang artinya):
“Tidakkah akan aku beritakan kepada
kalian perihal tiga orang tadi?, yang satu telah datang kepada Allah,
maka Allah pun mendatanginya, sedang yang lain merasa malu dari Allah,
maka Allah pun malu darinya dan yang lain (ketiga) telah berpaling dari
Allah maka Allah pun berpaling darinya” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abi
Waqid Al Laitsi RA)
Rasulullah Saw bersabda (yang artinya):
“Sesungguhnya Luqman Al Hakim berwasiat
kepada puteranya: Hai anakku, wajib bagimu duduk bersama Ulama
(mendatangi majlis mereka), dan dengarkanlah kalam (pembicaraan) Hukama’
(ahli hikmah), sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati yang mati
(kaku) dengan cahaya ilmu (hikmah) sebagaimana Allah menghidupkan tanah
yang tandus dengan air hujan” (HR. Ath Thabarani, Al Bazzar dll dari Abu
Umamah).
Al Imam Sahl bin Abdillah At Tusturi berkata:
“Barang siapa ingin melihat majlis para
Nabi maka lihatlah majlis para Ulama’, sebab mereka itulah pengganti
para Rasul pada umat mereka, pewaris ilmu-ilmu mereka. maka majlis
mereka adalah majlis pengganti para Nabi”.
Al Imam Abdullah bin Mas’ud berkata:
“Orang-orang yang bertaqwa adalah
pemimpin, Al Fuqaha (Ulama) adalah tauladan dan duduk bersama mereka
menambah (kebersihan hati dan kedekatan kepada Allah)”
Sahabat Abdullah bin Umar berkata:
“Majlis ilmu lebih baik daripada beribadah 60 tahun”
Sayyiduna Umar bin Khattab RA berkata:
“Sungguh ada seseorang yang keluar dari
rumahnya dengan memikul dosa sebesar gunung Tihamah, lalu dia menghadiri
majlis ilmu dan mendengarkan nasehat dan wasiat si ‘Alim, dan berkat
itu dia takut kepada Allah dan bertaubat dari dosa-dosanya. Tatkala dia
kembali ke rumahnya, dosa-dosanya telah diampuni. Janganlah kalian
meninggalkan majlis ulama. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan
sejengkal tanah dibumi yang lebih mulia dari tanah yang dipakai majlis
ilmu”. (Ihya’ Ulumiddin).
Al Imam ‘Atho’ bin Abi Rabah berkata: “Satu majlis ilmu menggugurkan 70 majlis kelalaian”.
Al Habib Ahmad bin Hasan Al ‘Aththos
berkata: “Majlis dakwah dan majlis yang disebut didalamnya orang-orang
soleh, adalah pencuci hati dan penyejuk hati”.
Beliau juga berkata: “Tidaklah diadakan
majlis taklim atau dzikir kecuali Allah keluarkan dari majlis itu
(semacam) awan putih bersih. Kemudian awan itu digiring kepada kaum yang
tidak berbuat amal kebajikan sama sekali, lalu awan itu menurunkan
hujan (rahmat dan barokah) kepada mereka. sehingga mereka tergolong
orang yang berbahagia”.
Itulah kemuliaan majlis ilmu dan dzikir,
keberkahan dan rahmat yang turun kepada ahli majlis itu akan diberikan
pula kepada orang lain yang lalai kepada Allah sehingga juga mendapat
percikan barokah dan rahmat tersebut.
Al Habib Abdullah bin Alawi
Al Haddad berkata: “Ketahuilah bahwa berkumpul dengan orang yang baik (soleh)
akan menanam di dalam hati kecintaan pada kebaikan dan membantunya agar mudah
melakukan kebaikan itu. Sebagaimana duduk dan bergaul bersama orang yang jelek
akan menanam dalam hati cinta kejelekan (maksiat) dan membuatnya mudah
melakukan kejelekan itu. Siapa yang bergaul dengan suatu kaum, maka otomatis
akan mencintai mereka. Dan seseorang akan dikumpulkan bersama yang dicintainya di
dunia dan akhirat”.
Al Habib Muhammad bin Zein
bin Smith berkata: “Jangan engkau duduk kecuali bersama orang yang akan mengingatkanmu kepada Allah dan memberikan semangat kepadamu dalam beribadah, jika kamu mendapati orang itu maka pegangilah dan dekati dia. Sebab tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hati daripada duduk bersama sholihin”.
bin Smith berkata: “Jangan engkau duduk kecuali bersama orang yang akan mengingatkanmu kepada Allah dan memberikan semangat kepadamu dalam beribadah, jika kamu mendapati orang itu maka pegangilah dan dekati dia. Sebab tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hati daripada duduk bersama sholihin”.
Seorang ahli hikmah berkata:
“Siapa yang berkawan dan mencintai orang yang baik (soleh), maka Allah akan menjadikannya orang yang soleh, sekalipun awalnya dia adalah orang yang jelek (hina). Dan siapa yang berkawan dengan orang yang jelek, maka Allah akan menjadikannya orang yang jelek, sekalipun awalnya dia orang yang baik. Dan jika kalian tidak menjumpai mereka, maka tidak ada yang lebih baik daripada membaca biografi dan sejarah kehidupan mereka serta mempelajari kitab-kitab mereka”.
“Siapa yang berkawan dan mencintai orang yang baik (soleh), maka Allah akan menjadikannya orang yang soleh, sekalipun awalnya dia adalah orang yang jelek (hina). Dan siapa yang berkawan dengan orang yang jelek, maka Allah akan menjadikannya orang yang jelek, sekalipun awalnya dia orang yang baik. Dan jika kalian tidak menjumpai mereka, maka tidak ada yang lebih baik daripada membaca biografi dan sejarah kehidupan mereka serta mempelajari kitab-kitab mereka”.
Karena itu Al Habib Ahmad
bin Zein Al Habsyi berkata: “Kepahaman adalah cahaya yang memancar dalam hati,
yang tidak akan diberikan kecuali kepada orang yang duduk bersama sholihin atau
mempelajari kitab-kitab mereka”.
Ahli hikmah berkata: “Siapa
yang solat dibelakang orang yang diampuni, maka dia pun akan diampuni oleh
Allah dan siapa yang duduk bersama sholihin, akan bertambah semangatnya dalam
bertaat dan siapa yang duduk dengan ulama maka akan bertambah ilmu dan amalnya”.
Al Imam Muhammad bin Idris Asy
Syafii berkata: “Empat hal ini menambah kecerdasan: tidak banyak berbicara (fudhul), memakai siwak, bergaul bersama sholihin dan duduk dengan ulama”.
Syafii berkata: “Empat hal ini menambah kecerdasan: tidak banyak berbicara (fudhul), memakai siwak, bergaul bersama sholihin dan duduk dengan ulama”.
Sumber: Kitab Al Manhaj As
Sawiy Syarh Ushuul Thariqah As Saadah Al Ba ‘Alawi, karya Al ‘Allamah Al Habib
Zein bin Ibrahim Bin Smith RA.
0 comments :
Post a Comment